Belajar dari Peretasan PDN: Gema Sasmita Desak Adopsi Regulasi Keamanan Siber Ala Negara Maju!

Belajar dari Peretasan PDN: Gema Sasmita Desak Adopsi Regulasi Keamanan Siber Ala Negara Maju!

Smallest Font
Largest Font
Jakarta, 8 Juli 2024 - Gema, CEO PT Sydeco, perusahaan di bidang keamanan siber, memberikan tanggapannya terkait insiden peretasan data di Pusat Data Nasional (PDN) beberapa pekan lalu. Gema menekankan pentingnya perlindungan data dan keamanan siber yang kuat bagi institusi pemerintah dan swasta di Indonesia. "Insiden peretasan data di PDN menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya memperkuat sistem keamanan siber di Indonesia. Perlindungan data bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh pihak, termasuk perusahaan swasta dan masyarakat umum."

Kondisi keamanan siber di Indonesia saat ini masih memprihatinkan jika dibandingkan dengan negara-negara maju. Misalnya, Singapura mengalokasikan anggaran keamanan siber sebesar SGD 1 miliar (sekitar Rp 11 triliun) per tahun, Jepang sebesar JPY 1 triliun (sekitar Rp 105 triliun), dan Jerman sebesar EUR 2 miliar (sekitar Rp 33 triliun). Sementara itu, anggaran keamanan siber di Indonesia hanya sekitar Rp 2 triliun. Gema mengkritisi kinerja Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dalam menangani masalah keamanan siber, menyatakan bahwa Kominfo seharusnya lebih proaktif dalam merancang regulasi serta memberikan edukasi dan sosialisasi tentang keamanan siber kepada masyarakat.

Lebih lanjut, Gema menyoroti urgensi penguatan regulasi keamanan siber di Indonesia. Ia membandingkan regulasi keamanan siber Indonesia dengan negara-negara maju seperti Singapura (Cybersecurity Act 2018), Amerika Serikat (Cybersecurity Information Sharing Act 2015, National Cybersecurity Protection Act 2014), Uni Eropa (General Data Protection Regulation 2016), dan Jerman (IT Security Act 2015). Regulasi-regulasi tersebut memberikan kewenangan luas kepada badan pengawas, mewajibkan pelaporan insiden yang ketat, melindungi data pribadi secara komprehensif, serta menerapkan sanksi berat bagi pelaku kejahatan siber. Sementara itu, Indonesia masih mengandalkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) 2008 yang dinilai kurang komprehensif, serta Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) juga baru mulai efektif Oktober 2024.

Gema menekankan bahwa Indonesia perlu belajar dari negara-negara maju dalam merancang undang-undang keamanan siber yang komprehensif dan efektif. Regulasi yang kuat, badan pengawas independen, serta kerjasama erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat menjadi kunci dalam memperkuat keamanan siber nasional.

PT Sydeco, melalui produk-produk unggulannya seperti Archangel, juga memiliki solusi keamanan siber yang komprehensif untuk melindungi data dan sistem dari berbagai ancaman. Archangel dilengkapi dengan berbagai fitur canggih, seperti deteksi ancaman berbasis AI, perlindungan terhadap serangan ransomware, dan pemantauan keamanan secara real-time.

Menanggapi kasus peretasan PDN yang dilakukan oleh kelompok peretas "Brain Cipher", Gema juga mengungkapkan bahwa teknologi seperti OSINT Intelligence Platform "StealthMole" yang dikembangkan oleh perushaan Stealthmole Intelligence Pte Ltd dapat membantu mengidentifikasi dan melacak pelaku kejahatan siber seperti yang telah mereka temukan pada kasus peretasan PDN kemarin. Teknologi seperti StealthMole dapat mengumpulkan dan menganalisis data dari berbagai sumber terbuka, seperti media sosial, forum online, dan dark web, untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan siber. Hal ini dapat membantu aparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan dan penindakan terhadap pelaku kejahatan siber.

"Ini urusan urusan keamanan negara, bukan main main, saya kira kita harus benar-benar mempersiapkan segala sesuatunya untuk menghadapi tantangan keamanan cyber nasional kedepanya, bukan hanya wacana saja" Tutup Gema.

Editors Team
Daisy Floren